Menganalisis Cerita Rakyat

Cerita Rakyat Sumatera Barat
BATU MENANGIS
Zaman dahulu, di tepi Danau Maninjau hiduplah seorang ibu dan anak gadisnya. Hidup mereka sangat miskin. Sementara itu anak gadisnya hanya bermalas – malasan, ia tidak mau membantu ibunya.
Suatu ketika, persediaan makanan mereka sudah habis. Pergilah ibu dan anak itu menemui familinya yang hidup berkecukupan di kampung sebelah. Mereka bermaksud meminjam padi.
Setibanya di sana, anak gadis itu menyuruh ibunya menunggu di pintu pagar. Ia merasa malu mempertemukan ibunya yang berpakaian lusuh dan kumal ke hadapan familinya.
Anak gadis itu kemudian segera menemui familinya dan mengutarakan maksud kedatangannya.
“Siapa yang di pintu pagar itu ?” tanya familinya sambil menyuguhkan hidangan.
”Oh . . . itu pembantu, orang suruhanku.” Jawab anak gadis itu.
”Kalau begitu, suruhlah dia makan bersama – sama disini!”
”Oh . . . jangan! Kalau mau memberi makan, berikan saja makan di tempurung kelapa.” Ucap gadis itu dengan ketusnya.
Anak gadis itu kemudian memberikan makan di tempurung kelapa kepada Ibunya. Sedih sekali hati si ibu mendapat perlakuan seperti itu dari anaknya. Sambil berurai air mata ditolaknya makanan itu dengan hormat, walaupun perutnya merasa lapar dan tenggorokannya terasa kering bagai terbakar.
Setelah pinjaman di dapat, anak gadis itu menemui ibunya.
“Hai, perempuan buruk! Junjunglah padi ini agar kita cepat sampai di rumah!” perintah anak gadis itu.
Sambil menjunjung padi, air mata sang ibu mengalir deras. Walaupun begitu ia tetap berdoa dalam hatinya agar anak gadisnya ditunjukkan jalan yang benar dan diampuni dosa – dosanya.
Melalui pematang – pematang sawah, di bawah terik matahari si ibu dengan susah payah membawa beban di atas kepalanya, sementara anak gadisnya mengikuti dari belakang sambil sesekali membentak ibunya agar lebih cepat jalannya.
Tiba – tiba kaki si gadis terantuk batu.
”Aduh!” Bruk, si gadis terjatuh.
Ia berteriak minta tolong pada ibunya, tetapi si ibu tidak mempedulikannya. Hatinya telah hancur karena kedurhakaan anknya. Namu, si ibu merasa kasihan juga, ia pun menengok ke belakang. Betapa terkejutnya ia, ketika melihat anaknya te;ah berunah menjadi sebuah batu besar. Anehnya, batu itu meneteskan air mata dan sayup – sayup terdengar suara tangis meminta tolong.
Si ibu pun menangis. Namun apa hendak dikata, Tuhan telah memperlihatkan kekuasaan-Nya atas orang – orang yang durhaka. Batu itu kemudian diberi nana “Batu Menangis”.


Tugas :
1.    Ciri – ciri :
-         Anonim
-         Berasal dari daerah
-         Disampaikan lisan
-         Istanasentris
-         Terjadi di masa lalu
2.    Unsur instrinsik :
-         Tema adalah pokok permasalahan dalam cerita. Dalam cerita rakyat ini temanya adalah anak durhaka.
-         Alur adalah jalannya sebuah cerita. Ada tiga alur yaitu alur maju, alur maju mundur, dan alur mundur. Dalam cerita ini adalah alur maju, karena di mulai dengan memperkenalkan tokoh, mulai muncul masalah, dan mencapai klimaks/puncak permasalahan.
-         Latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Bisa juga waktu terjadinya siang, sore, malam. Dalam cerita ini diketahui latarnya di perkampungan.
-         Penokohan adalah sifat yang ada pada pelaku dalam cerita. Dalam cerita ini si Ibu : Penyabar dan si gadis : Sombong.
-         Amanat adalah pesan yang terkandung dalam sebuah cerita untuk pembaca. Amanatnya adalah jagan melupakan ibu dan durhaka kepadanya, sesungguhnya beliau lah yang telah melahirkan dan membesarkan kita.
-         Sudut pandang adalah siapa yang menceritakan cerita ini dan siapa yang ia ceritakan. Bila dibaca dalam cerita ini merupakan sudut pandang orang ketiga.
-         Gaya bahasa adalah tingkah laku pengarang menggunakan bahasa. Dalam cerita ini menggunakan majas personifikasi.
3.    Sinopsis :
Zaman dahulu, di tepi Danau Maninjau hidup seorang ibu dan anak gadisnya. Mereka sangat miskin.
Suatu ketika, persediaan makanan mereka habis, mereka meminjam padi dengan familinya. Tetapi anak gadis itu tak mau membawa. Ia memerintahkan ibunya dengan berkata “Hai, perempuan buruk! Junjunglah padi ini agar kita cepat sampai di rumah!”
4.    Nilai – nilai :
-         Tak boleh memerintah orangtua selagi kita masih dapat melakukannya.
-         Jangan pernah malu memperkenalkan orangtua kita, terimalah apapun keadaan orang tua kita dan banggakan mereka.
5.    Yang menarik : Saat si gadis terjatuh terantuk batu, tetapi sang ibu tak mempedulikannya.

1 komentar:

  1. Unknown mengatakan...:

    tlong masukkan saranx.....

Posting Komentar